Categories
Experiences of Our Community Members

Berpuasa di Belanda – My Experience

Hoi allemaal! Namaku Alfa dan saat ini aku sedang menempuh pendidikan di program Research Master jurusan Cognitive Neuropsychology di VU Amsterdam. Ini merupakan tahun keduaku ( hopefully yang terakhir pula) yang berarti kedua kalinya aku menjalani puasa Ramadan di Belanda. It’s safe to say that it’s been an interesting ride!

Ramadan tahun ini, seperti tahun sebelumnya, jatuh di bulan Mei-Juni yang merupakan musim panas di Eropa. Cuaca saat musim panas pada umumnya kering dan suhu udara bisa mencapai 31 derajat Celsius, dengan paparan matahari yang lebih lama dibandingkan musim dingin. Hari yang panjang menandakan waktu subuh yang lebih dini (sekitar jam 3-4 pagi) dan waktu maghrib yang lebih telat (sekitar jam 9-10 malam). Oleh karena itu, durasi puasa bisa mencapai 19 jam.

Setelah terbiasa puasa selama 14 jam di Indonesia, awal-awal puasa di Belanda merupakan suatu hal yang cukup menantang. Ketika masih di Indonesia, aku tidak perlu terlalu menyesuaikan waktu bangun tidur dan menu makan apa yang paling berenergi. Di sini, aku harus bangun jam dua pagi untuk sahur, padahal baru dua jam sebelumnya salat isya dan tiga jam sebelumnya aku berbuka puasa. Akhirnya, aku sering kali tertinggal sahur (dan subuh!) karena bangun tidur jam lima. Melakukan salat tahajud pun sedikit sulit karena aku terlanjur mengantuk setelah jam 12 malam.

Di tahun kedua, aku lebih mempersiapkan waktuku. Karena jeda waktu yang sempit antara buka dan sahur, aku memutuskan untuk begadang di malam hari. Jam tidur kuubah menjadi pasca salat ashar sampai dengan maghrib (jam tujuh hingga sepuluh malam), kemudian dilanjutkan setelah subuh (jam setengah empat sampai tujuh pagi). I’m glad to report that it works! Akhirnya jarang sekali deh aku telat sahur (walaupun terkadang masih sering ketiduran).

Selain menyesuaikan waktu tidur, aku pun harus memikirkan menu makan yang tepat. Aku tidak bisa sembarang makan karena setelah sahur harus puasa berjam-jam lamanya. Aku harus menentukan diet makan seperti apa yang bisa memberikan tubuhku energi yang cukup. Setelah melakukan riset (i.e. baca-baca di internet), aku menemukan bahwa chia seeds memiliki kandungan protein dan fiber yang tinggi, sehingga hampir setiap sahur aku memakan makanan dengan chia seeds. Minum yang cukup juga sangat penting sehingga di antara waktu buka dan sahur aku selalu mencoba untuk minum paling tidak enam gelas air.

Berhubung disini ada komunitas PPI Amsterdam, saat Ramadan pada umumnya kita juga mengadakan acara buka bersama (bukber). Tahun ini, para mahasiswa Indonesia yang sedang menjalankan studi di Amsterdam dapat datang ke acara bukber yang bersifat all-you-can-eat, dan semua makanan dibuat oleh pengurus PPI Amsterdam! Menu yang dihidangkan bermacam-macam, mulai dari es buah untuk ta’jil, bakwan, hingga soto ayam. Aku merasa seperti sedang bukber di Indonesia.

Ada beberapa penyesuaian yang harus aku lakukan selama berpuasa di Belanda, namun sepertinya bagiku menjalankan puasa bukanlah hal yang terlalu sulit dilakukan. Dengan niat yang kuat, alhamdulillah, saat telat sahur pun aku masih memiliki energi untuk berpuasa. Menurutku, hal yang paling disayangkan hanyalah sulitnya untuk salat tahajud di masjid, karena waktu isya yang sangat larut dan aku enggan keluar rumah semalam itu. Namun, selebihnya berpuasa di Belanda ‘tidak jauh’ berbeda. Semoga pengalamanku cukup informatif! Selamat berpuasa bagi teman-teman yang menjalankan. Ramadan Mubarak!

– Alfa Sanoveriana –

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *